Jumat, 06 Maret 2015

Makna Jihad Bagi Mahasiswa

Jika dalam tulisan ini, saya mengangkat tema jihad, rasanya isu terorisme menjadi wacana yang sangat relevan. Entah siapa yang memulai, tapi dua istilah ini, dalam beberapa tahun terakhir menjadi “sangat akrab” di telinga dan selalu hangat untuk diperbincangkan dari forum resmi, semisal seminar, sampai warung kopi pinggiran jalan. Walau dewasa ini, isu terorisme sudah jarang menghiasai televisi tanah air (karena disibukkan dengan kasus koruopsi yang tak kunjung usai) bukan berarti isu ini hilang bagitu saja.
Tetapi dalam tulisan ini, saya tidak akan membahas hal itu. Terlalu luas dan kompleks untuk menjelaskannya disini. Selain itu, pengetahuan saya juga belum memadai untuk mengkritisi dan menganalisis. Dalam tulisan ini, saya hanya ingin menjelaskan tentang jihad dalam arti yang sederhana, yang membumi, untuk bisa dipahami dan diaplikasikan dalam keseharian.
Dalam artian yang sederhana, jihad adalah berjuang dengan sunguh-sungguh menurut syari’at Islam. Ada perjuangan, ada kesungguhan, dan kerja keras untuk mencapai sesuatu, itu kunci jihad dalam tulisan ini. Selama ini, pemahaman jihad seakan melangit, dan selalu diidentikkan dengan kekerasan atau peperangan fisik saja, seolah jihad tidak berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Padahal, kesungguhan ataupun kerja keras dalam keseharian harus selalu ditanamkan. Misalnya seorang pelajar atau mahasiswa, harus senantiasa bersungguh-sungguh dalam melakukan aktifitasnya di dunia akademis. Seorang pemuda harus sungguh-sungguh mempersiapkan segala keperluannya untuk pernikahan. Bukankah belajar dan menikah adalah ibadah?
Allah SWT pun sudah berjanji kepada para mujahid (orang yang berjihad) yang mengharap ridha-Nya, dengan memasukkannya ke dalam surga. Sungguh tempat yang diidam-idamkan oleh seluruh umat manusia, yang beragama. Jika kita berbicara tentang surga, maka kita akan memperbincangkan sesuatu yang indah dan membahagiakan. Jangan terlalu berfikir jauh dengan membayangkan bagaimana kehidupan surga di akhirat? Karena di dunia pun, kita sudah bisa merasakan surga, kalau kita sunguh-sungguh.
Jika dalam kuliah, yang hanya empat tahun saja, dibarengi dengan kesungguhan dan kerja keras dalam menuntut ilmu, maka orang tua akan tersenyum bahagia melihat anak tercintanya memakai baju kebesaran sarjana dan meraih kesuksesan. Bukankah senyum orang tua adalah surga bagi kita, anak-anaknya?
Berlainan, jika dalam kuliah tidak ada kesungguhan dan motivasi yang kuat dalam diri. Kuliah hanya sebatas formalitas dalam hidup. Datang, duduk, absen, nongkrong dikantin, mengerjakan makalah alakadaranya, skripsi tak kunjung selesai dan lain-lain. Benar apa yang dikatakan dosen saya, bahwa mahasiswa yang belum selesai-selasai merampungkan skripsi dalam  rentang waktu yang cukup lama, ada satu bab yang belum dia selesaikan dan kuasai, yaitu: bab niat. Ya, untuk bab yang satu ini, memang tidak diajarkan dikampus, tapi timbul dari hati yang penuh dengan kesungguhan.
Keutamaan jihad
Dalam kitab Jawahirul Buchari, karangan Mustafa Muhammad Umarah, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: keutamaaan jihad adalah seperti orang yang berhaji mabrur. Selain itu, Nabi SAW juga bersabda, orang yang paling utama adalah seorang mukmin  yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya.
Seperti yang kita tahu, haji adalah rukun Islam terkahir, yang tidak semua umat Islam mampu melaksanakannya. Hanya orang yang terpilih, mau dan mampu saja, baik dari segi fisik, materi, keilmuan maupun hatinya.
Bagi muslim yang beriman, melaksanakan ibadah haji ke tanah suci merupakan suatu keinginan dan harapan yang selalu dijaga dalam hati. Tetapi sayangnya, tidak semua harapan itu bisa terkabul. Tetapi mengapa Rasulullah SAW bersabda, bahwa keutamaan jihad adalah seperti orang yang berhaji mabrur.
Hemat saya, titik fokus dari sabda Nabi tersebut adala jihad (kesungguhan) dalam melakukan apapun, dalam profesi apapun yang digeluti manusia, laksana perjuangan untuk memperoleh “gelar” haji mabrur. Sekali lagi, umat muslim harus senantiasa bersungguh-sungguh dan bekerja keras dalam mencapai sesuatu, yang mana kesungguhan itu, keutamaannya sama dengan orang yang pergi haji.
Telebih kepada mahasiswa, kepada diri saya sendiri, atau pemuda pada umumnya. Jika kita melihat sejarah, peran pemuda dalam setiap proses perubahan sosial, dimana pun, kapan pun, dibelahan dunia ini tidak bisa dihilangkan. Semangat pemuda, selalu menjadi corak warna yang khas, yang mewarnai peradaban dunia.
Di awal perjuangan Islam, Rasulullah pun memegang salah satu elemen dalam perubahan itu, yaitu pemuda. Sebagai contoh, ada Ali bin Abi Thalib. Dengan semangat dan kecerdasannya Ali setia dan patuh kepada Rasulullah. Bahkan Ali rela mati untuk panutannya itu.
Pun begitu dalam sejarah panjang bangsa ini, goresan tinta emas perjuangan pemuda selalu menjadi warna tersendiri, dalam catatan sejarah kemerdekaan Indonesia. Termasuk dalam penggulingan rezim otoriter yang berkuasa lebih dari tiga puluh tahun, mahasiswa dan pemuda mempunyai peran yang vital. Walau ada yang beranggapan, jatuhnya Soeharto karena ulahnya sendiri, jadi mahasiswa tinggal “menyenggolnya” maka, ia akan jatuh dengan sendirinya. Terlepas dari itu, pemuda dan mahasiswa mempunyai peranan yang penting dalam mengisi kemerdekaan bangsa ini.
Refleksi sumpah pemuda
Momen sumpah pemudah yang akan diperingat dalam waktu dekat (28 Oktober), sudah seyogyanya menjadi bahan refleksi untuk pada calon pemimpin bangsa. Sudahkah kita bersungguh-sungguh memperjuangkan tonggak estafet kepemimpinan dan  amanah dari para pahlawan yang gugur di meda perang. Ataukah kita hanya berleha-leha, bersantai ria menikmati kemerdekaan ini, tanpa mengisinya dengan kesungguhan dalam setiap hembusan nafas, pemikiran dan perbuaatan.
Dengan momentum sumpah pemuda, kesungguhan dalam capaian tertentu harus dilipatgandakan. Karena janji Tuhan, akan ada kebahagiaan, setelah kesungguhan dan kerja keras yang tak kenal lelah.  

Jadilah “surga” untuk diri sendiri, keluarga, dan orang-orang yang kita cintai dengan bersungguh-sungguh mengabdikan diri kepada Yang Maha Kuasa, dengan mengotimpalkan seluruh potensi yang ada.
oleh : Aan Herdiana

0 komentar:

Posting Komentar