Rabu, 04 November 2015

Apa Itu Artikel?

A.  Pengertian Artikel
Istilah artikel memang sangatlah dekat dengan media massa. Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, artikel adalah karya tulis yang tidak terlalu panjang tetapi lengkap, biasanya dimuat di koran atau majalah. Adapun menurut Sumadiria (2004:1-2), menjelaskan bahwa artikel adalah tulisan lepas yang siapa pun boleh menulisnya, dengan topik bebas sesuai dengan minat dan kehaliannya masing-masing.
Sementara itu, dengan bahasan yang lebih lengkap Asep Syamsul (2005, 45-46) menerangkan bahwa artikel adalah sebuah karangan faktual (nonfiksi) tentang suatu masalah secara lengkap, yang panjangnya tak tentu, untuk dimuat di surat kabar, majalah, buletin, dan sebagainya, dengan tujuan untuk menyampaikan gagasan  dan fakta guna meyakinkan, mendidik, menawarkan pemecahan suatu masalah atau menghibur.
Dari segi teknik jurnalistik, artikel termasuk tulisan kategori views (pAndangan), yaitu tulisan yang berisi pAndangan, ide, opini, penilaian penulisnya tentang suatu masalah atau peristiwa (Asep Syamsul, 2005: 46). Dalam sebuah surat kabar atau majalah, selain artikel, tulisan lain yang sifatnya “opini”, antara lain tajuk rencana, karikatur, pojok, kolom, dan surat pembaca.
Secara umum, struktur tulisan sebuah artikel di media masaa adalah sebagai berikut (Asep Syamsul, 2005: 47):
1.      Judul (head)
2.      Nama penulis (by line)
3.      Prolog, pembuka tulisan, intro, atau lead
4.      Bridge, pengail, atau jembatan antara intro dan pokok pembahasan.
5.      Isi (body), yaitu paparan masalah, biasanya berupa sub-sub judul
6.      Penutup (closing), bisa berupa kesimpulan atau ajakan
7.      Keterangan atau identitas penulis
B.  Jenis-jenis Artikel
Setelah Anda mengetahu apa itu artikel, maka selanjutnya Anda pun harus memahami jenis-jenis artikel. Hal ini dinilai penting, supaya Anda bisa memilih jenis artikel mana yang lebih Anda sukai dan sesuai dengan keinginan dan minat Anda. Secara garis besar, jenis-jenis artikel terbagi ke dalam empat macam (Asep Syamsul, 2005: 47-48), yaitu:
1.    Artikel Deskriptif
Artikel deskriptif (to describe) adalah tulisan yang isinya menggambarkan secara detail ataupun garis besar tentang suatu masalah, sehingga pembaca mengetahui secara utuh masalah yang dijelaskan tersebut. Dengan kata lain, artikel jenis ini menjawab pertanyaan “apa”. Misalnya, artikel dengan judul “Strategi Pembangunan Masyarakat Madani”.
2.    Artikel Eksplanatif
Artikel eksplanatif (to explain) adalah tulisan yang isinya menerangkan atau menjelaskan suatu maslah dengan sejelas-jelasnya, sehingga pembaca memahami betul masalah yang dipaparkan dalam tulisan tersebut. Dengan kata lain, artikel jenis ini menjawab pertanyaan “kenapa”, seperti artikel dengan judul “Mengapa Terjadi Kerusuhan Buruh?”.
3.    Artikel Prediktif
Artikel prediktif (to predict), adalah tulisan yang berisikan ramalan atau dugaan apa yang kemungkinan terjadi pada masa yang akan datang, berkataitan dengan masalah yang dikemukakan. Dengan kata lain, artikel jenis ini menjawab pertanyaan “apa yang bakal terjadi”, contohnya artikel dengan judul “Tantangan Bangsa Indonesia pada Abad 21”.
4.    Artikel Preskriptif

Artikel preskriptif (to prescribe) adalah tulisan yang isinya mengandung ajakan, imbauan atau “perintah” bagi pembaca agar melakukan sesuatu sesuai dengan isi tulisan tersebut. Biasanya, kata-kata harus, seharusnya, hendaknya, seyogyanya, dan sejenisnya, mendominasi tulisan jenis ini. Dengan demikian, artikel jenis ini mencoba menjawab pertanyaan “apa yang harus dilakukan”, seperi contoh judul artikel, “Mewaspadai AIDS: Hindari Seks Bebas”.

Karya Kita



Ayo, bagi teman-teman yang butuh buku tentang pendidikan anak usia dini, lebih khusunya tentang seni, mari pesan buku tersebut di www.nulisbuku.com atau bisa juga lewat kami.

Rabu, 01 April 2015

Puisi-Puisi



Serba ingin
Serba ingin…
Adalah watak manusia
Serba ingin tahu
Serba ingin memiliki
Serba ingin menguasai
Tak kecuali, kebahagiaan
Kebahagiaan, harus selalu ada
Sepenuhnya, dalam genggaman
Aku harus tahu ini
Aku harus memiliki itu
Aku harus menguasai semuanya
Seolah tidak ikhlas, dengan kata pengorbanan
Ya, jikalau Tuhan berkehendak
Sah-sah saja….
Manusia menikmati kebahagiaan yang Satu
Dan mengorbankan
Kebahagiaan yang lain
Purwokerto, 29 Mei 2013

Terkadang
Ya, terkadang manusia seolah
Menyerupai Tuhan
Memperdiksi, menggambarkan,
Menerawang kehidupan masa depan
Seolah maha tahu,
Dengan bangganya, besok aku
Menjadi ini dan itu
Ya, terkadang manusia seolah
Menyerupai Tuhan
Dengan mudah menuduh
yang lain, salah
Seolah maha benar
Bahwa sayalah kebenaran itu
Dan yang lain, selain itu
Purwokerto, 2 Juni 2013
Kemarau yang hujan
Musim kemarau tahun ini,
Tidak lagi panas
Hujan selalu turun
Menyapa manusia
Musim kemarau tahun ini
Tidak lagi panas
Purwokerto, 23 Juli 2013

Kesepian
Kunikmati kesepian ini dalam diam
Dalam kenangan, dalam harapan,
Tanpa mu, kasih,
Kerinduan yang kurasa, teramat sangat
Menusuk hati, menggetar kalbu
Karenamu, sayang
Ciamis, 24 Januari 2013
Cita dan cinta
Bercerita tentang cita dan cinta
Juga, -terkadang-
Bercerita tentang
Manusia, yang melupakan
Sang Pencipta
Purwokerto, 20 Mei 2013

Kata orang
Kata orang,
Rindu berawal dari hati
Kata orang,
Rindu berawal dari cinta
Biarlah,
Orang berkicau semaunya,
Bicara sebebasnya
Tapi yang jelas,
Rindu berawal, dari kamu
Purwokerto, 26 Juni 2013
Inikah cinta
Terasa hangat ketika melihatmu
Menebar pesona kedalam hati
Mungkin ini,
Yang namanya cinta?
Menaungi hati yang berbunga
Dalam makna cinta
Aku ingin bersamamu
Selamanya
Purwokerto, 6 maret 2013
Ah, aku malu pada-Mu
Ketika hati belum sepenuhnya
Ikhlas,
Menjalankan perintah-Mu
Ketika hati belum sepenuhnya
Pantas,
Menjauh dari larangan-Mu
Kadang aku malu pada-Mu
Aku sering berdo’a
Aku sering meminta
Tapi shalat, terkadang ku lupa
Kadang, juga aku khawatir pada-Mu
Apakah Engkau sudi
Menganggapku,
Sebagai hamba-Mu
Purwokerto, 23 Juli 2013



Ku simpan namamu
Telah ku simpan namamu
Dengan bingkai yang sangat syahdu
Jauh dari dasar kalbu
Agar kau tahu
Begitu istimewanya dirimu
Purwokerto, 12 Juli 2013

Penulis,
Aan Herdiana, lahir di Ciamis, Jawa Barat, 24 Januari 1989. Sekarang ia masih kuliah di STAIN Purwokerto, Jurusan Dakwah, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Aktif di Sekolah Kepenulisan (SK) STAIN Purwokerto dan Komunitas Jurnalistik Leb. Dakwah. Mendapat amanah sebagai Pimred SuaraSTAIN sampai sekarang dan jurnalis di media online wawasanews. Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media lokal dan nasional, seperti Kompas, Republika, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Merapi, Minggu Pagi, Satelit Pos, Majalah Obsesi, Buletin Gema Pena, dan lain-lain. Esainya terantologikan dalam Indonesia Hari Esok (STAIN Press, 2012). Pernah menjadi juara II Lomba Esai se-Purwokerto. Dan juara II lomba cipta esai Nasional Sekarang (masih) nge-kos di daerah Kebon Bayem (sekitar STAIN). No. Tlp 085 223 899 984 E-mail: aan.herdian89@gmail.com

Sabtu, 07 Maret 2015

Mahasiswa pun Harus Galau

Pernahkah kita merasa “galau” akan keadaan yang ada sekarang? Ataukah kita merasa aman dan nyaman dengan kondisi sekarang ini? Pertanyaan ini saya lontarkan kepada forum ketika sedang berdiskusi rutin BEM, beberapa waktu lalu. Hasilnya, hampir sebagian peserta bingung mau menjawab apa. Bahkan ada yang bertanya, kenapa harus galau mas?
Ya, kegalauan merupakan proses yang harus dilewati untuk melakukan perubahan. Ada yang mengatakan bahwa kegalauan itu adalah jembatan yang indah, tapi kita tidak boleh berlama-lama di jembatan itu, karena perjalanan masih panjang. Kegalauan muncul akibat adanya keresahan dalam hati ketika melihat realita yang ada, ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan.

Ketika diforum, saya melontarkan beberapa pertanyaan lagi, yang masih dijawab dengan “kediaman” juga. Saya tidak tahu apakah diam itu berfikir atau tidak paham dengan pertanyaan saya. Saya bertanya seperti ini, mau jadi apa setelah lulus nanti? Seorang da’I kondang, guru, penulis handal, penyiar radio/tv, fotografer, atau yang lain? Sudahkah kita menentukan mau jadi apa di esok hari? Hal-hal apa saja yang sudah kita lakukan?

Sudahkah anda berfikir dan merenung, kawan. Renungkan dulu, sudah? Terus, apa yang seharusnya saya lakukan? Ya! Pertanyaan yang sudah saya tunggu, itu salah satu bukti bahwa anda mengalami “galau”. Berarti, sekarang anda dan saya sedang galau. Kita bersama-sama dalam “kegalauan”. Apa yang seharusnya kita lakukan?

Itu yang harus kita pikirkan sama-sama. Dan kita bisa berdiskusi sambil ngopi di kantin, atau dimana saja yang penting nyaman. Tetapi, menurut saya, kuncinya adalah kenali diri kita, siapa saya? dan optimalkan potensi yang ada. Ya, manusia diberi potensi yang sangat luar biasa oleh Tuhan. Patut kita syukuri dengan cara mengoptimalkan potensi itu.


Sudahkah kita tercerahkan?
oleh: Aan Herdiana

Tiga Kejahatan Mahasiswa

Ada hal yang menarik ketika saya membaca buku Bramma Aji, penulis muda asli Yogya. Dalam salah satu tulisannya yang merupakan kutipan dari teman baiknya, Brama mengatakan ada tiga kejahatan utama yang tidak layak dilakukan oleh mahasiswa, atau siapapun itu yang mengaku dirinya agen perubahan ataupun insane akademisi. Apa itu?

Kejahatan pertama adalah tidak suka membaca. Ya, membaca adalah kunci membuka rahasia kehidupan dan alam semesta. Dengan membaca kita mengetahui segalanya. Dan membaca pula yang menjadikan perbedaan mahasiswa dengan abang-abang kita di terminal. Jadi, kalau ada mahasiswa yang anti baca, apa bedanya dengan preman dan (maaf) tukang becak?

Kejahatan yang kedua adalah tidak suka berdiskusi. Ya, diskusi adalah salah satu komunikasi interpersonal yang mempunyai banyak manfaat. Setelah membaca dan merenung (komunikasi intrapersonal), hal yang seharusnya dilakukan adalah berdiskusi. Idea tau konsep brilian yang ada di otak kita, akan membusuk kalu hanya sebatas konsep. Hal ini jelas berbeda apabila, ide brilian tersebut kita diskusikan. Diskusi juga mengajarkan kita untuk berfikir kritis, berargument rasional, dan tahan akan kritikan (ini yang lumayan susah).

Kejahatan yang terakhir adalah tidak suka menulis. Tidak bisa dipungkiri, budaya menulis dikampus kita sangat jauh dari harapan. Hal ini bisa terlihat ketika mahasiswa mengerjakan makalah.Sudahkah anda bisa membuat Latar Belakang Masalah (LBM) yang baik dan benar? Saya tidak mau panjang lebar membahas hal itu, karena saya yakin anda lebih paham. Menulis adalah sarana aktualisasi diri. Ini yang harus ditekankan. Sayyidina Ali pernah berujar,”ilmu itu bagaikan kuda liar yang siap berlari kearah mana saja, karena itu ikatlah ilmu (idea atau konsep) itu dengan tulisan”.


Ketika berbicara tentang menulis, ada sekelompok orang yang mengatakan menulis itu mudah. Ah, terlalu sombong menurut saya. Karena nyatanya, menulis itu tidak segampang yang dikatakan. Lalu, kelompok lain mengatakan, menulis itu sulit. Ah, terlalu berfikiran sempit dan seolah-olah sulit itu menjadi pembenaran dari kemalasan kita. Jadi, menulis itu gimana mas? Satu hal yang harus anda ingat, menulis itu mengasyikan.
oleh: Aan Herdiana

Lima Pondasi Meraih Sukses


Kesuksesan adalah suatu “keharusan” untuk mahasiswa. Harus diperjuangkan, kalau tidak mau dianggap gagal sebagai mahasiswa, sang intelektual muda, pemuda harapan bangsa.
Kesuksesan memang sesuatu yang relatif. Tidak ada patokan yang mutlak sebagai acuannya. Kalau toh, ada yang bilang sukses itu adalah mempunyai pekerjaan yang layak, gaji yang tinggi, tanah yang luas, mobil mewah lebih dari satu dan lain-lain itu hanyalah bentuk/ciri-ciri material kesuksesan. Bukan inti dari kesuksesan.
Untuk mahasiswa, kesuksesan adalah ketika mampu mengoptimalkan segala potensi yang dimilikinya sebagai amanah yang dititipkan Allah SWT. Jadi, tidak hanya mengejar nilai saja, tetapi mampu menjadi pribadi yang mulia (muslim sejati), punya kemandirian, dan tentunya mempunyai nilai kebermanfaatan untuk lingkungan sekitar.
Setidaknya ada lima pondasi, menurut Setia Furqon Khalid, untuk menyokong kesuksesan. Pertama, kekuatan spritual yang membuat manusia selalu dekat dengan Tuhannya. Kedua, kekuatan emosional, yang menjadikanya mudah beradaptasi dengan lingkungan. Ketiga, kekuatan financial, untuk membiayai proses menuju sukses. Keempat kekuatan intelektual, yaitu kemampuan untuk  berfikir dan yang terakhir kekuatan aksi. Kekuatan yang menjadikan seorang pemimpin bukan pemimpi.
Tentu saja sukses itu butuh proses, proses yang sangat panjang. Tidak ada yang instan di dunia ini. Untuk masak  mie instan saja butuh proses, bukan?

Allah Yang Maha Kuasa memberikan pelajaran yang berharga buat kita, bagaimana pentingnya sebuah proses. Hal ini digambarkan dalam proses penciptaan langit dan bumi. Dalam QS. Yunus :3 Allah berfirman “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa...”. Sungguh indah Allah menggambarkan sebuah proses. Proses adalah suatu keharusan untuk perubahan diri yang lebih baik, meraih kesuksesan.
oleh : Aan Herdiana

3B: Bergerak, Berubah, Bermanfaat (Refleksi Sumpah Pemuda)

Masa muda, masa yang berap-api… Demikian sepenggal syair dari raja dangdut, Bang Haji Roma Irama dalam salah satu lagunya. Ya, sekiranya kalimat tersebut sangat pas menggambarkan masa muda. Masa yang penuh dengan semangat, optimisme, keyakinan, -yang digambarkan dengan “api” oleh Bang Haji. Dengan bahasa lain, masa muda adalah masa keemasan manusia untuk memperoleh kesuksesan (baca: kebahagiaan) dalam hidupnya.

Dalam sejarah panjang bangsa ini pun, pemuda mempunyai tempat tersendiri,yang tak tergantikan. Sejarah mencatat, bahwa kaum muda yang “tercerahkan” lah, yang mempunyai gagasan tentang pentingya kesadaran nasional, dengan meninggalkan semangat kedaerahan yang tidak mampu mengusir penjajah. Dalam catatan lain, juga disebutkan kaum pemuda yang “memaksa” bapak proklamator Indonesia, Bung Karno dan Bung Hatta, untuk secepatnya mengproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dan masih banyak lagi, catatan-catatan pemuda dalam menggoreskan sejarah dengan tinta emas perjuangan bangsa ini.

Kini, Indonesia telah merdeka dengan memasuki tahun ke-68. Usia yang relatif tua, jika disandingkan dengan usia manusia. Diusia ini, masalah-masalah klasik, seperti kemiskinan, pengangguran, masih menjadi masalah utama yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Padahal, jika kita mau melihat dan jujur, sumber daya alam Indonesia, sangatlah melimpah. Tidaklah salah jika ada yang bilang Indonesia adalah surganya dunia. Ironis tentunya, jika melihat masih ada rakyat Indonesia yang masih kelaparan.

Ketidakadilan, kemiskinan, korupsi, hilangnya jati diri (karakter), adalah masalah yang harus dihadapi bangsa ini. Merasakan fenomena ini, kiranya peran aktif pemuda untuk melakukan perubahan -layaknya seperti dalam catatan sejarah- harus lebih ditingkatkan dan dimaksimalkan. Kenapa harus pemuda? Ya, sangatlah mustahil jika tanggung jawab ini dipikul oleh orang tua, yang tidak lagi mempunyai semangat dan tenaga yang kuat, layaknya pemuda. Oleh karenanya, pemuda adalah kuncinya.

Berawal dari gerakan

Diawal sudah disinggung bahwa, pemuda adalah titik sentral dalam perubahan bangsa ini. Kuncinya, bagaimana membentuk karakter pemuda yang tangguh, pantang menyerah, untuk memperjuangkan perubahan untuk memperoleh kebermanfaatan. Hal ini tentunya tidaklah mudah. Seperti yang kita pahami bersama, arus globalisasi yang menggurita diseluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk moral dan etika, menjadi musuh utama dewasa ini. Banyak pemuda, yang masih mencari jati diri, tergerus arus globalisasi, yang berimbas kepada hancurnya moral.

Kenakalan remaja, tawuran antar mahasiswa, narkoba, sex bebas, semakin menjadi-jadi akhir-akhir ini. Jika suatu bangsa, generasi penerusnya sudah tidak mempunyai karakter, mau dibawa kemana bangsa ini?

Melihat fenomena ini, tentunya dibutuhkan perhatian yang lebih dari pemerintah untuk “menyelamatkan” pemuda dari jurang degredasi, untuk kembali ke tempat awal, sebagai agen perubahan. Selain itu, konsep diri, motivasi diri, dorongan individu, sebagai “benteng” pertahanan diri pun tidak kalah penting.

Dalam membangun konsep diri, pemahaman dan kesadaran akan dirinya adalah hal yang penting. Bagimana ia melihat dan menilai diri sendiri. Sebagai manusia, nilai kebermanfaatan dirinya untuk manusia lain, adalah tujuan yang mulia. Dan hal ini juga kiranya yang diajarkan oleh Rasulullah, bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi sesamanya.

Sebagai pemuda, mempunyai konsep diri yang jelas, adalah suatu keharusan, walaupun memang tak mudah. Adapun rumus 3B dibawah ini bisa menjadi arahan untuk membentuk konsep diri sebagai pemuda.

Pertama, bergerak. Tidak ada capaian yang memuaskan, tidak ada hal yang membanggakan, tanpa dimulai dengan suatu gerakan. Para pendaki gunung, yang mencapai puncak pun dimulai dengan langkah pertama (gerakan). Begitu juga seorang pelari, untuk mencapai garis finish, dimulai dengan langkah pertama(gerakan). Intinya, suatu capaian akan berhasil jika ada suatu gerakan. Adalah hal yang sia-sia, jika dalam hidup ini kita hanya diam, berpangku tangan dalam melihat masalah-masalah social. Dan kiranya, lewat tulisan ini pun, saya sudah berusaha untuk bergerak –dengan izin Allah, untuk mengaktualisaikan ide dan gagasan lewat sebuah tulisan. Dengan harapan, akan terjadinya sebuah perubahan, setidaknya untuk diri sendiri.

Kedua, berubah. Setelah melakukan gerakan dalam hidup ini, adanya perubahan adalah tujuan yang ingin capai. Tentunya perubahan ke arah yang lebih baik. Dan, tidak ada perubahan, tanpa adanya suatu gerakan. Oleh karenanya, kedunya adalah hubungan sebab-akibat yang saling mempengaruhi satus sama lain. Ketiga, setelah bergerak, kemudian berubah, lalu bermanfaat. Inilah pesan yang sampaikan Rasulullah kepada umatnya, untuk menjadi manusia yang sebaik-baiknya.

Sudah saatnya kita mereflesikan nilai-nilai perjuangan sejarah sebagai landasan untuk  bergerak. Pemuda adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan bangasa ini untuk merebut kemerdekaan. Begitupun dalam konteks sekarang, sudah selayaknya, pemuda mengisi kemerdekaan dengan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa.


Mari bergerak, berubah, dan bermanfaat, kawan! Hidup pemuda!
oleh: Aan Herdiana

Cukup Satu Petani Pintar Saja

Jika hari ini, saat ini, ada sebuah pertanyaan kepada muda-mudi Indonesia, “Profesi apa yang anda inginkan?” saya yakini, hanya minoritas yang memilih sebagai petani. Ya, selama ini petani identik dengan kerjaan orang kampung yang tidak berpendidikan. Selain itu, kerja keras ditengah terik matahari menjadi kendala generasi muda enggan memilih profesi klasik ini. Tidak dipungkiri, anak muda sekarang lebih nyaman kerja di ruangan ber-AC dan duduk santai dibelakang meja.

Petani tidak akan pernah kaya! Begitu ujar kawan saya dengan lantangnya, dalam sebuah diskusi. Kiranya pendapat kawan tersebut, sangat pas mewakili kehidupan di kampung tempat saya tinggal. Berpuluh-puluh tahun menekuni profesi sebagai petani, tidak ada peningkatan taraf hidup masyarakat yang signifikan. Masih dalam kesederhanaan (baca: kemiskinan).

Ketika nilai jual hasil panen, tidak sesuai dengan kerja keras dan modal awal, disikapi dengan sangat bijak. Tidak ada hal yang berlebih dalam mengungkapkan ekspresi penyesalan –walau harganya jauh dari logika dan harapan- kecuali gerutuan dari bibirnya, sikap yang spontan dan manusiawi, menurut saya.

Dalam kesederhanaan, baik dalam pikiran dan perbuatan, mereka hanya ingin bisa makan dari hasil taninya. Tidak ada keinginan yang muluk-muluk, kalau lebih untuk biaya anak sekolah. Ditengah arifnya mereka menyikapi hidup ini, tapi disisi lain, tidak dipungkiri mereka adalah korban kaum kapital yang hanya mengejar laba belaka. Kalau seperti itu, apa yang akan kita perbuat?

Mahasiswa sebagai Petani pintar dan bijak

Dalam salah satu tulisannya, budayawan asal Yogyakarta, Prie GS, mengatakan bahwa hutan di Indonesia akan baik-baik saja walaupun dicuri tiap hari. Sepanjang pencuri itu hanyalah para penduduk sederhana yang butuh hanya untuk bangun rumah. Tetapi, cukup dengan hanya satu pencuri pintar saja, seluruh hutan bisa lenyap tak tersisa.

Selama ini, realita di lapangan, petani adalah simbol orang kampung yang hidup dalam kesederhanaan, dengan mempunyai pemikiran, yang penting masih bisa untuk makan. Oleh karenanya, berkaca dari pendapatnya budayawan kota gudeg itu, bisa diasumsikan bahwa, cukup dengan hanya satu petani pintar saja, sektor pertanian Indonesia akan mengalami perubahan yang signifikan.

Ya, kiranya pendapat saya tidak muluk-muluk amat. Pertanian di Indonesia memang butuh figur yang langsung dilapangan, berada dipihak petani, bersama petani, mengerti dan memahami keadaan petani. Tidak hanya sebatas duduk di gedung bertingkat, mengeluarkan kebijakan yang malahan bersebrangan dengan hati nurani rakyat.

Mahasiswa sebagai insan akademis, mempunyai modal itu. Sebagai anak muda, sudah saatnya melek profesi klasik ini. Jika tidak, mungkin benar apa yang dikatakan guru saya, 20 tahun mendatang tidak ada lagi petani di Indonesia. Dan tanda-tandanya sudah bisa kita lihat. Jarang sekali pemuda yang ingin berprofesi sebagai petani, terlebih mahasiswa, yang katanya kaum elit.

Kalau bukan kita, siapa lagi? Mungkin pertanyaan inilah yang akan menggugah hati kita – kalau hati kita tercerahkan untuk berbuat sesuatu bagi negeri ini. Untuk melakukan perubahan, tidak cukup hanya sebatas konsep. Tapi, harus dengan aksi nyata, turun kelapangan. Tentunya, jika profesi petani mulai dilirik oleh kaum intelektual, saya yakin, hasil panennya tidak hanya sebatas untuk makan. Tapi, punya orientasi yang jelas kedepannya. Dengan ilmu yang dimiliki dan jaringan yang dipunyai, serta atas izin Tuhan, tidak ada yang tidak mungkin didunia ini untuk membawa wajah pertanian Indonesia.

Inilah yang jadi faktor pembeda. Secercah harapan muncul dari kaum muda dengan idealisme dan kreatifitasnya. Petani yang tidak lagi polos dan sederhana dengan realita sosial yang ada. Petani yang pintar, tidak hanya dari teknis pengolahannya saja. Tapi juga dalam me-menej, mengolah hasil panen, dengan melihat situasi perekonomian secara makro.


Tapi ingat! Intelektual saja tidak cukup. Harus terus belajar lagi supaya menjadi orang bijak. Dengan kebijakan yang dipunya, kiranya tak kan ada “kebijakan-kebijakan” yang akan menyakiti hati nurani rakyat. Semoga saja, kawan mahasiswa bisa membaca, mendengar, memahami, ide yang tak jelas ini. Salam perubahan
oleh: Aan Herdiana

Catatan Dini Hari

Kamis dini hari, pertengahan bulan Mei 2012, ketika aku terbangun ditengah keheningan pagi. Damai yang kurasa. Tidak ada satupun yang menganggu keintimanku dengan Sang Pencipta. Setelah menuaikan shalat malam, aku berdoa dengan khusu’ sebisaku. Ah, susah memang berdoa dengan khusu. Setelah itu, aku berniat menambah wawasanku dengan meliat tv. Jam segini mah, acaranya lumayan bagus, dari pada acara menjelang maghrib yang isinya hanya senang-senang.

Baru saja aku mencet tombol power, aku teringat ada tugas tehnik writing. Ya, sudah hampir 2 minggu tugas ini bulum ku kerjakan. Maklumlah, minggu kemarin lebaran Idul Adha, tak sempat pula aku mengerjakannya. dirumah sibuk banget.

Aku pinjem laptop temanku. kebetulan lapotopku lagi dipinjem juga. Tak tau dari mana awalnya aku teringat tentang masa laluku di tahuan 2008-an. Waktu itu aku bekerja di alfamart, Banjarnegara. Kira-kira 1 jam dari Purwokerto, dan sekitar 5 jam dari Ciamis, kota kelahiranku. Suka dan duka aku lalui semasa bekerja. Usia yang masih relatif muda (dulu) sudah mencari uang untuk kehidupannya sendiri. Dan alhamdulilah, aku sudah merasakan nikmatnya makan dengan hasil keringat sendiri. Sensasinya beda bung! ada rasa bangaa bercampur nikmat walau makan hanya dengan mendoan.

Aku dulu kurus kawan. Ya, mungkin karena gaji yang tidak sebertapa, tapi akau “memaksakan” untuk nabung buat orang tua. Makan dua kali sehari denga kerja yang lumayan berat cukup menyedot lemakku....


Ah, ingin rasanya aku bercerita lama, tapi sayang waktu sudah menunjukkan 10 menit. Itu tandanya tulisanku harus berhenti sampai disini. Kenapa Cuma 10 menit? kalau itu aku tak tahu, tanyakan saja kepada yang membaca tulisan ini, karena dia yang lebih tahu.