Pernahkah kita merasa “galau” akan keadaan yang ada sekarang?
Ataukah kita merasa aman dan nyaman dengan kondisi sekarang ini? Pertanyaan ini
saya lontarkan kepada forum ketika sedang berdiskusi rutin BEM, beberapa waktu lalu. Hasilnya, hampir sebagian peserta bingung mau menjawab apa.
Bahkan ada yang bertanya, kenapa harus galau mas?
Ya, kegalauan merupakan proses yang harus dilewati untuk melakukan
perubahan. Ada yang mengatakan bahwa kegalauan itu adalah jembatan yang indah,
tapi kita tidak boleh berlama-lama di jembatan itu, karena perjalanan masih
panjang. Kegalauan muncul akibat adanya keresahan dalam hati ketika melihat
realita yang ada, ketika kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
Ketika diforum, saya melontarkan beberapa pertanyaan lagi, yang
masih dijawab dengan “kediaman” juga. Saya tidak tahu apakah diam itu berfikir
atau tidak paham dengan pertanyaan saya. Saya bertanya seperti ini, mau jadi
apa setelah lulus nanti? Seorang da’I kondang, guru,
penulis handal, penyiar radio/tv, fotografer, atau yang lain? Sudahkah kita
menentukan mau jadi apa di esok hari? Hal-hal apa saja yang sudah kita lakukan?
Sudahkah anda berfikir dan merenung, kawan. Renungkan dulu, sudah?
Terus, apa yang seharusnya saya lakukan? Ya! Pertanyaan yang sudah saya tunggu,
itu salah satu bukti bahwa anda mengalami “galau”. Berarti, sekarang anda dan
saya sedang galau. Kita bersama-sama dalam “kegalauan”. Apa yang seharusnya
kita lakukan?
Itu yang harus kita pikirkan sama-sama. Dan kita bisa berdiskusi
sambil ngopi di kantin, atau dimana saja yang penting nyaman. Tetapi, menurut
saya, kuncinya adalah kenali diri kita, siapa saya? dan optimalkan potensi yang
ada. Ya, manusia diberi potensi yang sangat luar biasa oleh Tuhan. Patut kita
syukuri dengan cara mengoptimalkan potensi itu.
Sudahkah kita tercerahkan?
oleh: Aan Herdiana
0 komentar:
Posting Komentar